Wamenham RI Resmikan Memorial Living Park di Aceh: Hidupkan Semangat Perdamaian

10 Juli 2025 12:00 WIB
Admin Kemenham
1 Dilihat

Pidie (10/07/2025) – Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) Mugiyanto bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti, dan Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah, meresmikan Memorial Living Park (MLP) Rumoh Geudong di Gamping Bili, Kec Glumpang Tiga, Kab Pidie, Aceh, Kamis (10/07).

Mugiyanto dalam peresmiannya menegaskan bahwa pembangunan MLP ini merupakan upayanya untuk membangun jembatan yang akan menghubungkan kembali kemanusiaan dan persaudaraan yang pernah terkoyak. Oleh karenanya, pembangunan MLP ini bukanlah untuk membuka luka lama.

“Taman ini sebagai bagian dari upaya pemulihan kolektif, bukan sekadar pembangunan fisik. Taman ini adalah simbol ingatan, tempat kita belajar dan mengenang masa lalu, sekaligus ruang hidup yang menghidupkan kembali persaudaraan, penghormatan martabat manusia, dan semangat rekonsiliasi,” jelas Mugiyanto.

Mugiyanto dalam kesempatan ini mengingatkan bahwa MLP ini adalah wujud kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat sipil dalam membangun pendekatan kemanusiaan yang berkelanjutan. Oleh karenanya, MLP ini harus dirawat agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.

“MLP ini akan dikelola secara bersama, dengan melibatkan seluas-luasnya partisipasi korban secara luas dan inklusif. MLP ini akan menjadi sarana ruang edukasi dan refleksi agar nilai-nilai kemanusiaan senantiasa hidup dalam jiwa bangsa,” ujar Mugiyanto.

Senada dengan diatas, Menko Kumham Imipas Yusril mengatakan peresmian monumen ini menjadi simbol upaya negara dalam menghadirkan keadilan dan pengakuan atas masa lalu. "MLP ini bukan sekedar taman biasa, tapi ruang refleksi hingga renungan atas kejadian masa lalu," kata Yusril.

Yusril mengatakan pendirian MLP tersebut sebagai bentuk penyelesaian HAM berat nonyudisial dengan memperhatikan kearifan lokal setempat. "Tidak diselesaikan secara yudisial tapi negara mengakui adanya pelanggaran HAM berat," kata Yusril.

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah, dalam kesempatan itu, meminta para menteri yang hadir dalam peresmian tersebut agar segera menuntaskan pemberian kompensasi sesuai yang dijanjikan kepada seluruh korban pelanggaran HAM berat pada masa Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh.  

"Masyarakat di sekeliling ini merasakan konflik Aceh mulai dari 1976, 1998, kemudian reformasi hingga berlanjut perdamaian. Masyarakat sekeliling ini merasakan operasi jaring merah, jaring hijau sampai darurat militer dan sipil. Harapan kami berikan kompensasi kepada mereka sesuai janji Pak Jokowi saat hadir ke Rumoh Geudong," kata Fadhlullah.

Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh Masthur Yahya, menjelaskan bahwa pembangunan MLP bermula dari pengakuan pemerintah pusat atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia. Tiga di antaranya terjadi di Aceh: peristiwa Simpang KKA, Rumoh Geudong, dan Jambo Keupok. 

Pemerintah memilih mekanisme penyelesaian non-yudisial, diawali dengan kick off nasional di Rumoh Geudong, Pidie. “Lokasi kick off penyelesaian non-yudisial secara nasional dipusatkan di Rumoh Geudong,” kata Masthur. 

Selain pemugaran, pemerintah juga membangun mushalla serta kamar mandi untuk pengunjung yang datang berziarah atau melakukan aktivitas bernuansa kearifan lokal. “Pemerintah menamai lokasi ini dengan nama baru: MLP Pidie,” tambah Masthur.

Acara peresmian ini turut menayangkan video dokumentasi proses kick off pada masa Presiden Jokowi hingga pembangunan memorial selesai. Pada kesempatan itu, dilakukan penyerahan aset pengelolaan MLP dari Kementerian PUPR kepada Pemerintah Kab Pidie.

Whatsapp KemenHAM RI